Korea Selatan merupakan salah satu negara yang memiliki catatan sejarah yang cukup panjang terkait perkembangan budaya khususnya bidang kuliner. Dimulai dari masuknya beberapa makanan dari kerajaan luar, yang kemudian dimodifikasi pada zaman Dinasti Joseon, hingga mengalami beberapa perubahan pada setiap zamannya menjadi bukti betapa panjangnya perkembangan kuliner di Korea Selatan.
Salah satu pihak yang berpengaruh dalam perkembangan kuliner di Korea Selatan adalah Dinasti Joseon. Dinasti Joseon sendiri merupakan kerajaan yang memimpin Korea pada periode 1392 – 1910. Dimana para zaman ini, makanan khas Korea menjadi salah satu nilai budaya yang diprioritaskan oleh kerajaan. Oleh karena itu, Joseon Wangjo Gungjung Yori atau “Masakan Istana Dinasti Joseon” merupakan bentuk dukungan dari keluarga kerajaan untuk melestarikan nilai budaya berbagai jenis makanan tradisional.
Berkat pengetahuan resep makanan kerajaan yang diturunkan oleh juru masak kerajaan dari generasi pertama hingga generasi saat ini. Hingga akhirnya, makanan khas Korea zaman dahulu tetap ada hingga saat ini dengan berbagai modifikasi dan penyesuaian terhadap perkembangan zaman.
Dengan begitu panjangnya perkembangan makanan khas Korea, Kali ini SIP Travel ingin mengajak para pembaca untuk menelusuri jejak citarasa dan mengetahui bagaimana sejarah dari makanan tradisional istana kerajaan Korea.
Gujeolpan merupakan salah satu makanan khas Korea yang sudah ada sejak zaman kerajaan Dinasti Joseon pada abad ke 14. Nama Gujeolpan secara umum dapat diartikan sebagai piring dengan sembilan bagian, dimana definisi tersebut didasarkan pada bentuk piring yang menjadi wadah penyajian dari makanan tersebut. Bila ditelusuri lebih dalam, kata “Gu yang terdapat di Gujeolpan memiliki arti angka sembilan, yang menurut sebagian orang angka sembilan memiliki makna, kesempurnaan dan keharmonisan.
Gujeolpan sendiri merupakan makanan khas Korea yang berisikan delapan unsur makanan yang biasanya terdiri dari daging, udang, telur, dan sayur-sayuran yang disajikan pada wadah atau piring berbahan dasar kayu dan dibagi menjadi sembilan bagian. Biasanya Gujeolpan dikonsumsi dengan adanya komponen tambahan berupa saus yang terbuat dari campuran cuka, kecap asin, dan mustard.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan Gujeolpan juga sangat bervariasi, untuk daging yang terdapat pada makanan ini biasanya menggunakan daging sapi. Setelah itu terdapat kondimen lainnya seperti udang dan telur. Jenis sayuran yang dipakai pada hidangan ini diantaranya adalah wortel, ketimun, jamur, toge dan sayuran lainnya. Gujeolpan saat di masa kerajaan Dinasti Joseon, biasanya dihidangkan saat ada acara jamuan atau perayaan besar yang diselenggarakan oleh kerajaan.
Sinseollo merupakan makanan khas Korea yang menjadi salah satu dari banyaknya hidangan-hidangan besar yang disajikan saat acara jamuan makan dari kerajaan Korea. Sekitar abad 17 dan 18, Sinseollo dikenal dengan sebutan Yeolguja-tang. Yeolguja-tang sendiri memiliki banyak sekali versi maknanya, sebagian orang mendefinisikannya sebagai “masakan yang akan memanjakan lidah”.
Sebutan tersebut didasarkan pada rasa yang dihasilkan dari makanan ini saat memakannya. Sinseollo atau Yeolguja-tang, diperkenalkan pada masa kerajaan Dinasti Qing, Cina. Akan tetapi, masakan ini kemudian dimodifikasi oleh beberapa punggawa kerajaan dan mengikuti budaya dari Dinasti Joseon yang menjadi salah satu hidangan saat pesta kerajaan.
Bahan-bahan makanan yang digunakan untuk menyajikan Sinseollo juga sangat beragam. Biasanya Sinseollo dibuat dengan bahan-bahan yang disusun di dalam sebuah wadah yang berisi 25 jenis kondimen atau bahan makanan seperti jamur, wortel, kacang-kacangan, olahan telur, bakso daging, potongan ikan dan irisan dari aneka daging seperti sapi, babi, ayam, teripang, abalone, dan lain sebagainya.
Sinseollo dapat dinikmati dengan cara direbus di dalam panci yang diletakan di atas sebuah meja. Sebelum dituang oleh kuah kaldu, nantinya lubang melingkar yang terdapat di panci tersebut akan dimasukan oleh arang untuk memanaskan berbagai bahan-bahan yang sudah ditempatkan ke dalam panci tersebut. Sinseollo biasanya sering dihidangkan pada saat ada acara-acara besar di kerajaan, seperti jamuan pesta atau perayaan besar lainnya.
Tangpyeong-chae merupakan makanan khas Korea yang menjadi bagian dari hidangan istana kerajaan saat Dinasti Joseon. Makanan ini digambarkan seperti sejenis salad yang bertekstur lembut, dengan campuran jeli atau agar-agar yang terbuat dari bubuk kacang hijau, daging, peterseli rebus, dan bahan lainnya. Tangpyeong-chae biasanya disajikan dengan tambahan bumbu saus yang terbuat dari campuran gamjeong, cuka, gula, biji dan minyak wijen.
Nama Tangpyeong-chae sendiri, terdiri dari dua kata yakni “Tangpyeong” yang berarti kebijakan dan kata “chae” yang dalam istilah makanan bermakna sayuran atau salad. Istilah Tangpyeong-chae sendiri merujuk pada sebuah istilah “Tangpyengchaek”, yakni sebuah kebijakan yang dikeluarkan kerajaan Joseon pada saat masa pemerintahannya. Kebijakan ini dikeluarkan dengan tujuan untuk menyeimbangkan kekuasaan antar kelompok politik yang terjadi di kerajaan tersebut.
Setelah Raja Joseon mengeluarkan kebijakan tersebut, dihidangkan sebuah makanan berupa sayur atau salad pada saat jamuan makan kerajaan. Dikarenakan bentuk dan cara penyajian makanan tersebut mirip dengan tujuan dari kebijakan yang telah dikeluarkan, maka makanan berupa salad tersebut diberi nama Tangpyeong-chae. Tangpyeong-chae saat ini biasanya dihidangkan pada saat ada perayaan di desa-desa di akhir musim semi dan musim panas.
Yakgwa adalah sejenis makanan khas Korea berbentuk seperti kue tradisional yang terbuat dari campuran tepung gandum, madu, dan minyak wijen. Secara Harfiah, nama Yakgwa terdiri dari dua kata, “yak” berarti obat dan kata “gwa” yang berarti konfeksi, sehingga Yakgwa dapat diartikan sebagai konfeksi obat. Pada masa pra-modern, sebagian besar masyarakat Korea menganggap madu sebagai obat, sehingga saat ini beberapa nama makanan di Korea yang berbahan dasar madu diberi nama yak atau "obat"
Kue Yakgwa sendiri telah ada sejak zaman Dinasti Goryeo di Cina dan biasanya disajikan dalam acara-acara besar dengan tujuan ritual persembahan. Kue tradisional ini memiliki rasa yang lezat serta bentuk yang unik seperti menyerupai hewan atau bunga. Saat ini masyarakat Korea bisa dengan mudah membuat kue tradisional ini, karena bahan-bahan yang diperlukan mudah untuk ditemukan.
Cara pembuatannya pun cukup mudah, adonan yang terbuat dari tepung gandum dicetak dan dipanggang sampai matang, setelah matang kue tersebut dimasukan atau di olesi oleh madu yang dicampur dengan sari jahe. Setelah itu, bagian atas dari kue ini bisa dihias atau ditambahkan oleh kacang mede untuk menambah rasa dan mempercantik tampilan kuenya.
Goldongban merupakan makanan khas Korea berupa nasi yang disajikan dalam sebuah mangkuk batu, yang didalamnya terdapat campuran berbagai macam jenis sayuran-sayuran, aneka daging, irisan telur goreng serta tambahan bumbu khas Korea Selatan (Gojuchang) di atasnya. Makanan ini merupakan salah satu hidangan yang menjadi bagian dari makanan era kerajaan Dinasti Joseon.
Menurut beberapa catatan sejarah, keberadan Goldongban sudah ada sejak periode awal dinasti Joseon, tepatnya di masa pemerintahan Raja Sejo (1455-1468). Secara harfiah, kata “gol” dalam Goldongban memiliki arti mencampur, sedangkan kata “dong” artinya menjaga. Goldong bisa diartikan sebagai mencampurkan berbagai benda. Sehingga Goldongban didefinisikan sebagai makanan yang mencampurkan berbagai santapan dengan nasi.
Guldongban sendiri sudah mengalami beberapa kali perubahan dan pergantian nama di setiap zamannya. Jika pada zaman Dinasti Joseon, Guldongban dihidangkan hanya di lingkungan istana kerajaan pada saat jamuan makan atau pesta perayaan besar. Pada zaman sekarang, Guldongban dapat dikonsumsi oleh masyarakat Korea yang saat ini menyebutnya dengan nama “Bibimbap”. Guldongban juga mengalami beberapa pergantian nama mulai dari Guldongjiban (abad ke 19), kemudian menjadi Bubimbap sekitar akhir tahun 1800-an dan di abad ke 20, Guldongban berganti nama menjadi Bibimbap hingga saat ini.
Secara harfiah, Bimbimpap berasal dari kata “Bibim” yang berarti campur dan “Bap” yang berarti nasi. Bibimbap juga memiliki definisi dan makna serupa yang dimiliki oleh Guldongban yakni berarti “Nasi Campur”. Berdasarkan dari beberapa sumber sejarah, Sebagian besar orang berpendapat bahwa Bibimbap tercipta pada masa perang Imjin (1592-1598) dan sebagian besar orang berpendapat bahwa Bibimbap merupakan Guldongban yang berganti nama pada abad ke 20.
Pada zaman sekarang, Goldogban atau Bibimbap dapat dinikmati oleh masyarakat Korea dari segala kalangan. Biasanya masyarakat Korea membuat Bibimbap di setiap akhir bulan Desember atau perayaan malam tahun baru. Menurut kepercayaan sebagian masyarakat Korea, tujuan membuat dan memakan Bibimbap pada malam pergantian tahun, memiliki makna khusus bahwa sisa makanan tidak dibawa ke tahun baru selanjutnya.
Eo-Mandu merupakan cemilan berupa olahan sejenis pangsit yang menjadi salah satu makanan khas Korea pada awal-awal zaman Dinasti Joseon. Makanan ini berupa sejenis pangsit yang kulitnya terbuat dari irisan kulit ikan dan didalamnya berisi potongan-potongan kecil daging sapi, jamur, tahu dan sayuran. Eo-Mandu bisa dikatakan hampir mirip dengan Jiaozi dari Cina atau Gyoza dari Jepang, karena pada dasarnya baik Mandu ataupun Gyoza adalah Jiaozi yang dibawa dari Cina kemudian dimodifikasi sesuai kebutuhan dan selera masyarakat Jepang atau Korea.
Menurut beberapa catatan sejarah, Mandu dibawa pertama kali ke Korea oleh bangsa Yuan Mongolia sekitar pada abad ke-14, tepatnya pada masa pemerintahan Dinasti Goryeo. Tetapi ada juga versi lain yang menyatakan, bila dalam sebuah lagu yang populer di masa Dinasti Goryeo berjudul “Ssanghwajeom”, diceritakan bahwa Mandu dibawa oleh sebuah kelompok Uyghurs yang datang dan membuka toko pangsit di Korea sekitar tahun 1297. Kemudian, di zaman Dinasti Joseon, Mandu dimodifikasi dan disesuaikan dengan memakai daging ikan sebagai kulit pangsitnya sehingga dinamakan Eo-Mandu.
Pada zaman Dinasti Joseon, Eo–Mandu hanya dihidangkan untuk orang-orang istana kerajaan dan para bangsawan sebagai cemilan atau makanan pembuka saat ada acara-acara besar atau perayaan yang diselenggarakan oleh kerajaan. Pada zaman ini, masyarakat Korea dapat membuat dan menyantap hidangan ini dengan mudah, biasanya sebagian besar masyarakat Korea yang beragama buddha membuat dan mengkonsumsi eo-mandu saat musim dingin atau saat memperingati hari kelahiran buddha.
Gomguk merupakan salah satu dari makanan khas Korea dari zaman Dinasti Joseon yang masih bertahan dari generasi pertama hingga saat ini. Makanan khas Korea ini seperti sejenis sup tradisional yang terbuat dari kaldu sapi, ayam atau babi yang didalamnya terdapat irisan daging sapi, daun bawang dan beberapa jenis sayuran.
Kuah kaldu yang digunakan pada Gomguk, dihasilkan dari proses perebusan beberapa bagian tubuh dari sapi atau babi seperti tulang iga, ekor, hingga tulang kering. Bagian-bagian tersebut direbus dalam jangka waktu yang berlangsung cukup lama. Dari proses perebusan bagian-bagian yang direbus secara lama tersebut, menghasilkan warna kuah kaldu yang cenderung berwarna seperti putih susu.
Pada zaman Dinasti Joseon, Gomguk hanya disajikan kepada keluarga kerajaan atau para bangsawan saja, karena menurut beberapa sumber sejarah Gomguk dipercaya menjadi resep awet muda dari para Ratu dan Permaisuri dari Kerajaan Joseon. Namun pada zaman ini, masyarakat Korea mampu mengkonsumsi sup tradisional ini yang dapat diperoleh dari berbagai restoran yang ada di Korea.
Dari artikel yang telah dibahas ini, dapat disimpulkan bahwa kerajaan Dinasti Joseon menjadi salah satu pihak yang berpengaruh terhadap munculnya perkembangan kuliner di Korea Selatan. Kebijakan dengan menjadikan makanan khas Korea sebagai prioritas dalam pelestarian budaya serta adanya pengetahuan tentang resep makanan yang diturunkan hingga generasi saat ini. Membuat makanan khas Korea pada zaman dahulu bisa tetap bertahan hingga saat ini dengan berbagai modifikasi dan penyesuaian yang disesuaikan terhadap perkembangan zaman.
Terima kasih karena sudah membaca artikel ini, semoga informasi yang telah diberikan dapat bermanfaat dan menambah wawasan anda tentang sejarah citarasa dari berbagai makanan khas Korea.
25 Feb 2025
23 Jan 2025
15 Jan 2025
10 Jan 2025
09 Jan 2025